Breaking News
light_mode

THAUN (CERPEN)

  • calendar_month Sen, 8 Mar 2021
  • visibility 65
  • comment 0 komentar

Hawa gerah kian menyiksa, bahkan meski Kiai Marzuki baru saja berwudu. Musim kemarau belum menjelang, hujan kadang-kadang turun menjelang dini hari, namun hawa alam sudah kembali gerah. Rengek para balita di rumah tetangga silih berganti terdengar, pasti mereka tersiksa karena hawa bumi tak senyaman alam Rahim.

Kiai renta itu perlahan bangkit setelah rakaat terahir salat malamnya. Membuka jendela kamar yang lurus menghadap mihrab masjid. Angin yang menelusup terasa hangat, pantas saja ayam di kandang para tetangga riuh hampir sepanjang malam. Rembulan kuning pucat tertusuk ujung runcing kubah masjid, sinar pucatnya membuat lafadz Allah di puncak kubah menjadi siluet.

“Masya Allah, gerah sekali alam ini,” gumam Kiai Marzuki kepada dirinya sendiri. “Mengapa orang-orang shalih kian tak kerasan, mungkin karena alam ini telah begitu renta.” Seekor ayam jantan berkokok entah dimana. Menyadarkan Kiai Marzuki jika dini hari telah menjelang. Ia kemudian mengangkat kedua tangan, melantunkan doa teramat panjang. Dalam doa-doa itu ia memohon keselamatan bagi dirinya, para santri, keluarga serta entah siapa lagi. Kokok ayam kemudian bersahutan, memberi pertanda bahwa ribuan malaikat sedang melesat menuju bumi untuk mengangkat doa-doa, membuka pintu langit serta menabur-naburkan berkah.

Dibukanya pintu kamar khalwat, lalu diseret kaki tuanya menuju pelataran masjid. Hawa gerah kian terasa. Sayyidul istighfar perlahan melantun dari bibir tuanya untuk memohonkan ampun siapa saja. Namun, Kiai Marzuki belum merasa cukup dengan istighfarnya. Ia kemudian melalukan dzikir qolby. Setelah konsentrasi tertata, ia menggantinya dengan istighfar, memohonkan ampunan bagi seluruh umat Kanjeng Nabi di segala penjuru. Tak lama kemudian, di lisan, dada sebelah kiri, dada sebelah kanan, dada tengah, di otak, di jantung serta sebagian pembuluh darahnya beristighfar bersamaan. Memohonkan ampunan bagi alam semesta. Maka, meski Kiai Marzuki masih berdiri dan terjaga, konsentrasi jiwanya naik menuju langit.

Alam kemudian riuh. Rerumputan di sela-sela paving halaman masjid, pohon beringin, belalang dan capung di sela-sela daunnya, bahkan apa saja bertasbih. “Subhanallahi wal hamdulillahi wa la Ilaaha illa Allah, wa Allahu akbar.” Kiai Marzuki terus beristghfar dengan mata setengah terpejam. Gemuruh tasbih alam bersahut-sahutan dengan istighfarnya. Dini hari yang lengang, ternyata begitu semarak. Hanya mata serta telinga tertentu yang bisa melihat serta mendengarnya. Di langit, di antara pasir-pasir bercahaya yang kita namakan bintang, ternyata tersembunyi kerajaan tak terdefinisan dengan bahasa mahluk mana pun. Ke sana kiranya istighfar Kiai Marzuki bermuara.

Kiai Marzuki larut dalam pusaran ketidak berdayaan. Dirinya mengecil, perlahan tenggelam dalam ketiadaan. Musnah dalam ada, ada namun musnah. Ia bahkan tak mampu mengenal lagi siapa dirinya. Hawa gerah tak lagi ia rasakan karena bahkan dirinya pun sirna. Hingga ahirnya, sebuah suara menyapanya entah di alam yang mana.

“Assalamu alaikum,” Kiai Marzuki tak berani menjawab. Samar-samar ia teringat Syaikh Abdul Qadir ketika didatangi iblis yang mengaku sebagai Tuhan.

“Assalamu alaikum,” ulang suara itu, suara seorang lelaki. Kiai Marzuki tetap tak bergeming. Sayang jika kelezatan istighfarnya terputus begitu saja. Namun suara itu tak putus asa.

“Assalamu alaikum, saya Tha’un.” Kiai Marzuki sedikit terusik oleh pengakuan suara itu. Sejenak ragu, namun Kiai Marzuki samar-samar teringat akan keadaan umat saat ini. Suara itu mengaku sebagai Tha’un, sang wabah. Barangkali ia hendak menyampaikan sesuatu yang berguna.

“Wa alaikum salam….” Ahirnya Kiai Marzuki menjawab.

“Benarkah sempayan Tha’un, sang wabah itu?” sambungnya.

“Benar,” jawab sang suara, yang perlahan menjelma sesosok lelaki tinggi besar, berwajah bengis.

“Apa benar sampeyan Tha’un yang oleh orang-orang disebut Corona?”

“Benar.”

“Ada keperluan apa sempeyan menemui saya?”

“Saya diperintah Tuhan untuk menyampaikan beberapa hal.”

“Kenapa harus melaui saya, saya bukan siapa-siapa.”

“Saya sudah berkeliling di negeri ini, tapi tidak menemukan seorang pun yang bisa saya ajak berkomunikasi.”

“Bukankah masih banyak orang yang terjaga?”

“Ya, tapi hanya sampeyan yang sedang benar-benar masih terjaga. Sampeyan terpelecat ke alam kami, karenanya saya bisa menemui sampeyan.”

“Apa pesan yang sampeyan bawa dari sisi Tuhan?” suara Kiai Marzuki bergetar. Air matannya bercucuran, bahkan beberapa tetes mencapai paving halaman masjid.

“Hanya pesan-pesan kuno yang sudah disampaikan oleh Kanjeng Nabi saat itu.”

“Sampaikan kembali kepada kami, biar kami tak semakin lalai.”

“Ya, meski manusia selalu lalai dengan perintah Tuhan, akan saya sampaikan karena memang itu tugas saya.”

“Perlu sampeyan ingat, kami Tha’un, hanyalah permulaan dari teguran Tuhan atas kebejatan manusia saat ini. Masih banyak kawan-kawan kami yang akan membinasakan kalian di belakang hari kelak. Jika manusia semakin bejat, maka kedatangan kami selanjutnya akan dipercepat.”

“Dosa apa yang membuat kalian dikirim untuk membinasakan kami?”

“Karena sudah lengkap dosa yang kalian lakukan. Bahkan agama pun, kalian jual demi kepentingan politik. Kalian, bahkan memerankan Tuhan untuk menghakimi sesama, meneriakkan takbir untuk menakuti hamba Tuhan lainnya. Selain dosa-dosa besar purba, dosa kalian semakin kreatif bahkan tak pernah terpikirkan oleh mahluk selain kalian. ”

“Apa benar kalian ciptaan manusia, bukan murni utusan Tuhan?”

“Saya tidak diperkenankan menjawab pertanyaan semacam itu?”

“Lalu, berapa lama kalian akan menghukum manusia, dan berapa yang akan menjadi korban?”

“Ini juga bukan wewenang saya untuk menjawab.”

Kiai Marzuki berhenti sejenak. Merenungkan kealpaannya menanyakan hal-hal tak patut kepada mahluk itu.

“Manusia sudah keterlaluan. Baru sekarang kami saksikan mahluk sepongah kalian. Bahkan iblis pun, konon hanya melakukan sebuah dosa, tidak seperti kalian yang tak pernah takut kepada Tuhan. Kami dengar, semua mahluk sudah lama memohon izin untuk membinasakan kalian. Laut, gunung, angin, semuanya sudah memohon izin Tuhan untuk melumat kalian. Kalian masih beruntung karena murka Tuhan masih diredam oleh bayi-bayi yang menyusu, binatang-binatang yang mencari makan serta orang-orang tua yang berdoa di ahir malam. Tapi, aku mendengar itu takkan lama lagi.”

“Bagaimana dengan doa dan istighfar ulama-ulama kami?” kejar Kiai Marzuki penuh harap.

“Meski tak tahu pasti, konon doa-doa itu tak pernah sampai ke langit.”

“Bukankah para wali masih ada di antara kami?”

“Tuhan tak mengizinkan mereka untuk mendoakan kalian.” Sontak Kiai Marzuki putus asa mendengar ucapan mahluk itu. Doa para wali, kekasih Tuhan itu, hanya doa mereka satu-satunya yang masih didengar. Jika mereka telah dilarang mendoakan keselamatan manusia, pertanda huru-hara besar takkan lama lagi akan terjadi.

“Bagaimana dengan para balita?”

“Ya, hanya mereka harapan kalian. Tapi kalian harus tahu, para balita pun kini dipercepat untuk menjadi dewasa. Mereka dipercepat mencapai aqil baligh dan melakukan dosa sehingga doa-doa mereka tak lagi diterima.”

“Lalu bagaimana saran sampeyan?”

“Hentikan! Hentikan dosa-dosa besar dengan segera. Dan jangan berdoa selain istighfar dan shalawat.”

Lengang. Kiai Marzuki tak sanggup melanjutkan kata-katanya lagi. Malam kembali terasa gerah entah mengapa.

“Seseorang harus menghentikan ulah keji kalian. Jika tidak, maka kami, para tentara Tuhan yang akan menasehati kalian.” Kiai Marzuki hanya terpana ketika sosok itu pecah menjadi butiran debu. Angin lembut meniupnya hingga butiran-butiran debu itu lalu merayap di atas paving, beterbangan menuju rumah-rumah penduduk bahkan melayang-layang laksana butiran salju tersapu badai.

“Saya pamit, masih banyak tugas yang harus kami lakukan.”

“Assalamu alaikum.” Kiai Marzuki hanya mampu menjawab dengan gerakan hati.

Penulis: Abdur Rozaq, Alumni PMII, Pemilik IBRA FATIH 18 Channel

Editor: Makhfud Syawaludin

  • Penulis: NU Pasuruan

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • BKNU Pasuruan: Saksikan Besok, Serunya Balap Kapal di Pantai Lekok

    BKNU Pasuruan: Saksikan Besok, Serunya Balap Kapal di Pantai Lekok

    • calendar_month Jum, 12 Agu 2022
    • visibility 86
    • 0Komentar

    Lekok, NU PasuruanBadan Kemaritiman Nahdlatul Ulama (BKNU) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pasuruan menggelar kegiatan ‘Lomba Balap Kapal’ di Pantai Lekok, Sabtu (13/08/2022). Kegiatan ‘Lomba Balap Kapal’ itu dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-77 dan menyongsong 1 Abad NU. Sekretaris BKNU, Gus Nanang Chafidz Faqih menuturkan, lomba itu dilaksanakan […]

  • Keutamaan Puasa Arafah dan Tarwiyah

    Keutamaan Puasa Arafah dan Tarwiyah

    • calendar_month Jum, 8 Jul 2022
    • visibility 107
    • 0Komentar

    Dzulhijjah merupakan bulan yang di mulyakan oleh Allah SWT untuk itu Umat Islam hendaknya memanfaatkan waktu di bulan Dzulhijjah dengan memperbanyak ibadah. Diantaranya adalah melakukan ibadah puasa tarwiyah dan arafah yang dikerjakan pada tanggal 8-9 Dzulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi orang-orang yang tidak menjalankan ibadah haji dan memiliki banyak keutamaan sebagai mana sabda Rasulullah […]

  • Inisiasi Mading Madin, Mahasiswa STAI Salahuddin Pasuruan Dukung Wak Muqidin

    Inisiasi Mading Madin, Mahasiswa STAI Salahuddin Pasuruan Dukung Wak Muqidin

    • calendar_month Ming, 11 Sep 2022
    • visibility 95
    • 0Komentar

    Purwosari, NU PasuruanMahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Salahuddin Pasuruan yang tergabung dalam kelompok 4 Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT) menginisiasi pembuatan Majalah Dinding (Mading) di Madrasah Diniyah (Madin) Miftahul Ulum Pager, Kecamatan Purwosari. Koordinator Program Mading Madin, Siti Wanuro menjelaskan, pembuatan mading itu bertujuan untuk meningkatkan literasi baca dan tulis sekaligus menumbuhkan kreatifitas para […]

  • GP Ansor NU Kabupaten Pasuruan Lestarikan Tradisi Sowan Kiai Saat Idul Fitri

    • calendar_month Jum, 14 Jun 2019
    • visibility 62
    • 0Komentar

    Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PC GP Ansor) Kabupaten Pasuruan, lestarikan tradisi berkeliling untuk sowan untuk ngalap barakah kepada kiai-kiai sepuh dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pasuruan di bulan idul fitri, Jum’at (14/06/2019). Sekitar 8 mobil yang membawa rombongan ansor dan belasan lainnya menaiki motor. “Kita keliling agenda rutin setiap tahun dalam rangka […]

  • Siap Mengabdi, Ratusan Santri Al-Yasini Ikut Pembekalan P2S

    Siap Mengabdi, Ratusan Santri Al-Yasini Ikut Pembekalan P2S

    • calendar_month Sel, 7 Mei 2024
    • visibility 288
    • 0Komentar

    Wonorejo, NU Pasuruan Ratusan Santri Pondok Pesantren Terpadu Al-Yasini (PPTA) Pasuruan mengikuti Pembekalan Program Pengabdian Santri (P2S) yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) di di lantai 2 Gedung Perkantoran Pesantren setempat, Ahad (28/04/2024). Ketua Panitia P2S Ustadz Fathurrohman Faiz menyampaikan, program ini secara khusus untuk santri di kelas XII. P2S bertujuan untuk mempersiapkan santri […]

  • Haul KH Abdul Hamid tahun 2024 : Berikut Rangkaian Acaranya

    Haul KH Abdul Hamid tahun 2024 : Berikut Rangkaian Acaranya

    • calendar_month Kam, 12 Sep 2024
    • visibility 1.481
    • 0Komentar

    Pohjentrek, NU Pasuruan Rangkaian Haul ke-43 KH Abdul Hamid bin Abdullah bin Umar yakni pada hari Sabtu (14/09/2024). Bagi para jamaah yang hendak hadir bisa menyesuaikan dengan susunan acara yang sudah ada. KH Abdul Hamid Pasuruan atau yang lebih dikenal dengan Mbah Hamid Pasuruan merupakan figur yang tidak pernah membanggakan keturunan tetapi selalu menjaga agar […]

expand_less

Eksplorasi konten lain dari PCNU Kab. Pasuruan

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca