Listrik Masjid untuk Rumah Pribadi? Begini Pandangan Fikihnya
- calendar_month 9 jam yang lalu
- visibility 15
- comment 0 komentar

Masjid Baitul Abid dikenal sebagai salah satu pusat kegiatan keagamaan warga sekitar. Masjid ini berdiri tepat di samping rumah Pak Hendra, seorang warga yang dikenal sangat berperan dalam pembangunan dan kegiatan keagamaan di masjid tersebut.
Sejak awal pembangunan, Pak Hendra banyak berkontribusi, baik secara tenaga maupun materi. Bahkan, biaya penerangan masjid seluruhnya ditanggung olehnya, mulai dari pendaftaran ke PLN hingga pembayaran listrik bulanan.
Namun, muncul persoalan ketika diketahui bahwa aliran listrik masjid juga tersambung ke rumah Pak Hendra. Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut, beliau menjawab santai, “Lah wong listrik itu saya yang bayar kok.”
Menanggapi hal itu, para sesepuh dan tokoh masyarakat menilai tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan secara syar’i. Dalam kaidah fikih, seorang nadhir atau pihak yang mengelola harta wakaf masjid harus memiliki sifat amanah (dapat dipercaya), diyanah (beragama baik), dan shalih (berakhlak mulia). Sebaliknya, tidak boleh berasal dari orang yang fasiq (pelaku maksiat) atau tidak dapat dipercaya.
Dua Alasan Tindakan Tersebut Tidak Dibenarkan
Melanggar hak masjid.
Menyambungkan aliran listrik dari masjid ke rumah pribadi berarti memanfaatkan fasilitas milik masjid (syughlul masjid) tanpa izin yang sah. Dalam hukum Islam, tindakan ini termasuk melanggar hak tempat ibadah.
Penyalahgunaan subsidi pemerintah.
Listrik masjid pada umumnya mendapatkan tarif khusus atau subsidi. Ketika aliran tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, maka termasuk penyalahgunaan fasilitas negara dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Konsekuensi dan Tanggung Jawab
Atas dasar tersebut, Pak Hendra disarankan untuk segera mencabut kabel sambungan listrik dari masjid ke rumah pribadinya, kemudian, membayar ujrah al-mitsl, yaitu sewa yang sepadan kepada pihak masjid atas pemanfaatan fasilitasnya.
Bertanggung jawab secara hukum kepada pemerintah sesuai peraturan yang berlaku.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bahwa berkhidmah kepada masjid tidak hanya soal semangat membangun, tetapi juga menjaga kejujuran dan amanah. Sebab, setiap fasilitas yang diserahkan untuk kemaslahatan umat harus dijaga agar tetap suci dan tidak tercampur dengan kepentingan pribadi.
- Penulis: NU Pasuruan
- Editor: Mokh Faisol
Saat ini belum ada komentar